Selamat Jalan Rinto Harahap

Belakangan ini kita diserbu oleh berita-berita buruk, yang dimulai dari sengketa KPK VS PolRI dan banyak lagi intrik-intrik politik lainnya. Belum lagi berita tentang ichiro sang penertib jalanan, dan sepertinya seorang pengemudi seperti ichiro memiliki maksud baik yang tidak tepat dan lebih sering mengungkapkan sebuah amarah dan sumpah serapah. Ditambah lagi dengan banjir di Jakarta yang membuat mayoritas masyarakat Jakarta dipenuhi dengan rasa kesal dan mungkin lebih banyak sumpah serapah.

Setelah berakhirnya periode pemerintahan SBY dan pemilu yang diwarnai hal-hal buruk tentang kampanye hitam hingga berakhirnya pemilu yang dipenuhi dengan sumpah serapah dan kritik tanpa solusi, belum lagi pertarungan politik para elit dimana didalam gedung senayan sendiri para elit politik masih banyak yg berasal dari kalangan artis yang mereka sendiri juga bingung oleh tugas-tugas yang dipercayakan kepada rakyat. Ditambah lagi dengan banyaknya artis yang terjaring narkoba dan bebas karena desakan untuk rehabilitasi.

Diantara panasnya berita-berita masa kini yang makin membuat jenuh, diantara panasnya komentar-komentar busuk tanpa solusi, diantara kritikan para pemalas yang hanya mengambil panutan dari orang lain dan bahkan bukan dari lingkungan terdekatnya apalagi dirinya sendiri.

Terdengar berita yang mengagetkan, yang menyedihkan, yang membuat hati ini bergetar pilu, Indonesia telah kehilangan musisi terbaiknya yaitu seorang Rinto Harahap, seorang yang dilahirkan dengan budaya batak ini telah melahirkan sejumlah karya-karya yang konsisten dengan idealismenya yaitu lagu yang melankolis, cukup aneh bila nama seorang Rinto Harahap yaitu seseorang dari tanah batak yang cenderung memiliki budaya yg keras dan kaku seperti halnya lukisan kubus Picasso dari Spanyol ternyata memiliki hati yang lembut dengan lagu-lagunya yang menyayat hati, coba bayangkan siapa yang tidak menangis ketika melihat film jadul tentang seorang anak buta (diperankan oleh Suti Karno) mencari ayahnya kemudian bertemu dengan ayahnya dan mereka berpelukan menangis kemudian dilatarbelakangi dengan lagu Ayah. Dan lagu Ayah ini juga telah menempatkan posisi Ayah menjadi kian berarti seperti halnya posisi Ibu, seolah-olah seperti pengalaman pribadi seraong Rinto yang bergelut dengan waktu untuk menghidupi keluarga namun ketika Ia berada dalam keluarga sosok yg bergelut dengan kerasnya hidup berubah menjadi sosok seorang Ayah yg peduli dengan istri dan anaknya.

Seorang Rinto Harahap juga konsisten dengan idealismenya untuk menciptakan karya-karya yang mengedepankan kelembutan, menjadi seorang ayah yg baik, menjadi seorang suami yang setia, dan tak pernah sekalipun Ia menjadi seorang artis yang berambisi untuk menjadi politisi atau menjadi pendukung partai politik, karena Rinto memiliki idealisme yg konsisten sebagai musisi lagu yg menyayat hati. Indonesia masih membutuhkan seorang Rinto Harahap, dimana kebencian dan amarah masih menjadi latar belakang sehari-hari di bumi pertiwi. Dengan kepergian Rinto Harahap, setidaknya kita diingatkan kembali lagu-lagu cinta Rinto Harahap, karena kekuatan untuk menaklukan segala angkara murka adalah dengan kelembutan hati. Selamat jalan Rinto Harahap terima kasih atas segala kelembutan hatimu, bahkan sebuah kosakata populer dapat dengan menyeluruh menggambarkan idealisme Rinto Harahap “muka Rambo tapi hati Rinto”.